Halaman

Senin, 02 Januari 2017

Tugas agama OLC (Daoed Joesoef)

Daoed Joesoef, Menulis tentang "Emak"-nya pada Usia 77 Tahun
Senin, 8 Agustus 2016 | 12:14 WIB

Apa yang kira-kira akan Anda kenang di usia senja? Anak cucu? Atau, catatan prestasi semasa hidup?. Daoed Josoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era Soeharto (1978-1983), mengenangkan ibunya yang ia panggil "emak" di usia 77 tahun pada 2003 lalu. Kenangan itu dibukukannya menjadi kumpulan tulisan dengan judul "Emak". Buku setebal 408 halaman tersebut merupakan memoar, peristiwa dan kenangan yang dia ingat tentang emaknya. Tidak semuanya ditulis. Yang ditulis hanya tentang tutur kata, perbuatan dan budi pekerti yang terkenang dan mengesan dalam memori Daoed Joesoef di usia lebih dari 77 tahun. Hari ini, Senin (8/8/2016), Daoed genap berusia 90 tahun. Jangan membayangkan dia sedemikian sepuhnya sehingga sulit diajak bicara. Seperti diberitakan Harian Kompas di halaman 12 hari ini, fisik Daoed memang sudah agak turun, tapi pikirannya masih terstruktur dan lincah membahas masa lalu, kini, dan esok.
Semasa menjadi menteri, ia lebih bertindak sebagai pendidik ketimbang "sekadar" sebagai pembantu presiden. Di era Soeharto begitu berkuasa, ia berani berbeda pendapat, mengingatkan, bahkan mengkritik Soeharto dan Ibu Tien. Di tahun itu, ia sudah bicara mengenai pentingnya pendidikan karakter. Sampai hari ini pun ia masih meyakini itu. "Sebagai gambaran, mayoritas masyarakat percaya bahwa anak harus disekolahkan agar pandai, tapi saya meyakini itu tidak cukup. Keahlian membaca, menulis, dan berhitung memang berguna. Anak harus membangun karakter," kata Daoed.  Daoed Joesoef adalah salah seorang tokoh besar bangsa ini. Perjalanan hidupnya dan kontribusinya bagi negeri ini terentang dari masa penjajahan Belanda, Jepang, Orde Lama, Orde Baru, hingga reformasi.
Dia adalah orang pertama Indonesia yang mempelajari ilmu ekonomi di lembaga pendidikan tinggi Perancis, orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doctorat d'Etat atau doktor negara, lebih tinggi dibandingkan dengan doctorat d'Universite atau doktor universitas dari Universitas Sorbonne.




Emak
Atas segala pencapaiannya itu, siapakah sosok yang paling berjasa? Emak, kata Daoed. Emaknyalah yang paling berperan membentuk dirinya.
Ketika menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983), ia dalam berbagai kesempatan sering menyatakan keluhuran hati seorang ibu (emak). Dia merasa bersyukur memiliki seorang emak, simbok atau ibu yang penuh perhatian, dan yang kemudian dia kagumi. 
Berdasarkan arsip Litbang Kompas, Harian Kompas, Minggu, 2 November 2003 pernah mengulas tentang buku "Emak".
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Daoed Joesoed dan buku "Emak" yang ditulisnya.
Halaman 2 buku "Emak", Daoed menulis,
"Aku tahu benar bahwa prestasi seperti ini adalah berkat perbuatan banyak orang. Barisan orang-orang ini ternyata cukup panjang dan di ujung permulaannya tegak berdiri seorang perempuan bertubuh langsing, semampai, dengan penampilan yang anggun dan wajah mencerminkan ketinggian budi. Perempuan tersebut adalah ibuku, yang menurut kebiasaan di daerah kelahiranku, biasa kusebut emak."
Lewat pengalaman dengan emak-nya, Daoed memberi makna tentang sosok emak. Bagi Daoed, Emak adalah sosok guru, dalam arti mengarahkan dan memberi teladan keutamaan bagi keluarga. Ucapan dan perbuatan emak memiliki makna mendidik. Memoar tentang sosok bapak memang tidak banyak ditulis di buku itu. Sebaliknya, memoar tentang emak hampir mengisi seluruh bab.Yang diingat dan dicatat dalam ingatan Daoed, sang penulis buku, Emak adalah sosok yang nyaris tanpa cacat. Misalnya, sang emak meskipun buta huruf Latin, mampu memberi nasihat soal hutan sebagai karunia Tuhan yang harus disyukuri (hlm 60), tak mau kalah dengan nyonya Belanda yang bisa naik sepeda (hlm 140-152), bisa "nyambung" bicara soal politik atau planet Bumi.
Pendek kata, buku ini adalah tanda kasih penulis kepada ibunya yang ditulis di usia senja. Daoed merasa bahagia pernah memiliki seorang ibu yang telah membesarkan dan memberi pedoman hidup.Buku ini sekaligus kado bagi ibunya, yang meninggal saat Daoed dan keluarganya sedang berada di Perancis, menempuh studi. Daoed tidak bisa mengantarkan kepergian ibunya. Hal yang sama terjadi pada bapaknya, sebab Daoed baru tahu kalau bapaknya meninggal tiga tahun kemudian, saat ia berada di Jawa (hlm 31). Buku ini boleh dikatakan one man show Daoed Joesoef. Dia yang menulis, dia yang membuat ilustrasi gambar sampul depan dan belakang, juga ilustrasi-ilustrasi dalam badan buku. Gambar sampul menggambarkan seorang ibu yang menunjukkan arah seorang bocah menapaki tangga. Gambar sampul belakang menampilkan sebuah rumah panggung dikelilingi kebun penuh bunga, yang konon rumah keluarga Joesoef di pinggiran hutan di Medan, Sumatera Utara
Sumber. Kompas.com. diunduh 9 Agustus, pukul 14.48.WIB.

Dari Bacaan diatas, diskusikanlah beberapa pertanyaan berikut.

1.      Didalam usianya yang tak lagi muda, Daoed membuat karya berupa buku yang ditujukan kepada Ibunya. Menurut kalian, dari bacaan diatas. Apakah yang membuat Daoed termotivasi sehingga ia membuat karya yang di apresiasikan bagi ibunya? Bagian kalimat mana dalam artikel tersebut yang mendukung jawaban anda? Dan apakah pengertian motivasi tersebut bila dilihat dari wacana mengenai Daoed tersebut?

2.      Dari bacaan tersebut, terlihat jelas bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, dan demikian pula seorang anak kepada ibunya. Bisa diambil kesimpulan, ibunya Daoed selalu memenuhi, melengkapi dan mengupayakan kebutuhan dasar anaknya dalam memberi nafkah secara sungguh- sungguh. Dari hal tersebut, Jelaskan dan berikan contoh masing- masing mengenai Hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.

3.      Daoed Joesoef sungguh- sungguh bertanggung jawab terhadap orang tua, dan juga hidupnya. Meski dia juga memiliki kebebasan yang dapat dia lakukan dalam hidupnya. Bercermin pada kisah tentang bacaan diatas. Jelaskan, mengapa adanya kebebasan juga dituntut adanya tanggung jawab.