Daoed Joesoef, Menulis tentang
"Emak"-nya pada Usia 77 Tahun
Senin, 8 Agustus 2016 | 12:14 WIB
Apa yang kira-kira akan Anda kenang
di usia senja? Anak cucu? Atau, catatan prestasi semasa hidup?. Daoed Josoef,
mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era Soeharto (1978-1983),
mengenangkan ibunya yang ia panggil "emak" di usia 77 tahun pada 2003
lalu. Kenangan itu dibukukannya menjadi kumpulan tulisan dengan judul
"Emak". Buku setebal 408 halaman tersebut merupakan memoar, peristiwa
dan kenangan yang dia ingat tentang emaknya. Tidak semuanya ditulis. Yang
ditulis hanya tentang tutur kata, perbuatan dan budi pekerti yang terkenang dan
mengesan dalam memori Daoed Joesoef di usia lebih dari 77 tahun. Hari ini,
Senin (8/8/2016), Daoed genap berusia 90 tahun. Jangan membayangkan dia
sedemikian sepuhnya sehingga sulit diajak bicara. Seperti diberitakan Harian
Kompas di
halaman 12 hari ini, fisik Daoed memang sudah agak
turun, tapi pikirannya masih terstruktur dan lincah membahas masa lalu, kini,
dan esok.
Semasa menjadi menteri, ia lebih
bertindak sebagai pendidik ketimbang "sekadar" sebagai pembantu
presiden. Di era Soeharto begitu berkuasa, ia berani berbeda pendapat,
mengingatkan, bahkan mengkritik Soeharto dan Ibu Tien. Di tahun itu, ia sudah
bicara mengenai pentingnya pendidikan karakter. Sampai hari ini pun ia masih
meyakini itu. "Sebagai gambaran, mayoritas masyarakat percaya bahwa anak
harus disekolahkan agar pandai, tapi saya meyakini itu tidak cukup. Keahlian
membaca, menulis, dan berhitung memang berguna. Anak harus membangun
karakter," kata Daoed. Daoed
Joesoef adalah salah seorang tokoh besar bangsa ini. Perjalanan hidupnya dan
kontribusinya bagi negeri ini terentang dari masa penjajahan Belanda, Jepang,
Orde Lama, Orde Baru, hingga reformasi.
Dia adalah orang pertama Indonesia
yang mempelajari ilmu ekonomi di lembaga pendidikan tinggi Perancis, orang
Indonesia pertama yang memperoleh gelar doctorat d'Etat atau doktor negara,
lebih tinggi dibandingkan dengan doctorat d'Universite atau doktor universitas
dari Universitas Sorbonne.
Emak
Atas segala pencapaiannya itu, siapakah sosok yang paling
berjasa? Emak, kata Daoed. Emaknyalah yang paling berperan membentuk dirinya.
Ketika menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(1978-1983), ia dalam berbagai kesempatan sering menyatakan keluhuran hati
seorang ibu (emak). Dia merasa bersyukur memiliki seorang emak, simbok atau ibu
yang penuh perhatian, dan yang kemudian dia kagumi.
Berdasarkan arsip Litbang Kompas, Harian
Kompas, Minggu,
2 November 2003 pernah mengulas tentang buku "Emak".
Halaman 2 buku
"Emak", Daoed menulis,
"Aku tahu benar bahwa prestasi seperti ini adalah
berkat perbuatan banyak orang. Barisan orang-orang ini ternyata cukup panjang
dan di ujung permulaannya tegak berdiri seorang perempuan bertubuh langsing,
semampai, dengan penampilan yang anggun dan wajah mencerminkan ketinggian budi.
Perempuan tersebut adalah ibuku, yang menurut kebiasaan di daerah kelahiranku,
biasa kusebut emak."
Lewat pengalaman dengan emak-nya,
Daoed memberi makna tentang sosok emak. Bagi Daoed, Emak adalah sosok guru,
dalam arti mengarahkan dan memberi teladan keutamaan bagi keluarga. Ucapan dan
perbuatan emak memiliki makna mendidik. Memoar tentang sosok bapak memang tidak
banyak ditulis di buku itu. Sebaliknya, memoar tentang emak hampir mengisi
seluruh bab.Yang diingat dan dicatat dalam ingatan Daoed, sang penulis buku,
Emak adalah sosok yang nyaris tanpa cacat. Misalnya, sang emak meskipun buta
huruf Latin, mampu memberi nasihat soal hutan sebagai karunia Tuhan yang harus
disyukuri (hlm 60), tak mau kalah dengan nyonya Belanda yang bisa naik sepeda
(hlm 140-152), bisa "nyambung" bicara soal politik atau planet Bumi.
Pendek kata, buku ini adalah tanda
kasih penulis kepada ibunya yang ditulis di usia senja. Daoed merasa
bahagia pernah memiliki seorang ibu yang telah membesarkan dan memberi pedoman
hidup.Buku ini sekaligus kado bagi ibunya, yang meninggal saat Daoed dan
keluarganya sedang berada di Perancis, menempuh studi. Daoed tidak bisa
mengantarkan kepergian ibunya. Hal yang sama terjadi pada bapaknya, sebab
Daoed baru tahu kalau bapaknya meninggal tiga tahun kemudian, saat ia
berada di Jawa (hlm 31). Buku ini boleh dikatakan one man show Daoed
Joesoef. Dia yang menulis, dia yang membuat ilustrasi gambar sampul depan dan
belakang, juga ilustrasi-ilustrasi dalam badan buku. Gambar sampul
menggambarkan seorang ibu yang menunjukkan arah seorang bocah menapaki tangga.
Gambar sampul belakang menampilkan sebuah rumah panggung dikelilingi kebun
penuh bunga, yang konon rumah keluarga Joesoef di pinggiran hutan di Medan, Sumatera
Utara
Sumber. Kompas.com. diunduh 9 Agustus, pukul 14.48.WIB.
Dari
Bacaan diatas, diskusikanlah beberapa pertanyaan berikut.
1.
Didalam usianya yang tak lagi muda,
Daoed membuat karya berupa buku yang ditujukan kepada Ibunya. Menurut kalian,
dari bacaan diatas. Apakah yang membuat Daoed termotivasi sehingga ia membuat
karya yang di apresiasikan bagi ibunya? Bagian kalimat mana dalam artikel
tersebut yang mendukung jawaban anda? Dan apakah pengertian motivasi tersebut
bila dilihat dari wacana mengenai Daoed tersebut?
2.
Dari bacaan tersebut, terlihat jelas
bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, dan demikian pula seorang
anak kepada ibunya. Bisa diambil kesimpulan, ibunya Daoed selalu memenuhi,
melengkapi dan mengupayakan kebutuhan dasar anaknya dalam memberi nafkah secara
sungguh- sungguh. Dari hal tersebut, Jelaskan dan berikan contoh masing- masing
mengenai Hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
3.
Daoed Joesoef sungguh- sungguh
bertanggung jawab terhadap orang tua, dan juga hidupnya. Meski dia juga
memiliki kebebasan yang dapat dia lakukan dalam hidupnya. Bercermin pada kisah
tentang bacaan diatas. Jelaskan, mengapa adanya kebebasan juga dituntut adanya
tanggung jawab.